Pemerintah Telah menetapkan tarif tunggal bea meterai menjadi Rp 10.000. Penetapan ini agar kebijakan tarif hanya satu harga. Dan apakah meterai Rp 3.000 dan Rp 6.000 masih bisa digunakan oleh masyarakat sekarang ini ?
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Hestu Yoga Saksama mengungkapkan meterai Rp 6.000 dan Rp 3.000 saat ini masih bisa digunakan.
Hestu Yoga Saksama mengungkapkan bahwa tanda tangan yang ditandatangani haruslah menimpa meterai dan kertas. Kemudian jika meterai lebih dari satu, seluruh meterai dan kertas harus tertimpa bubuhan tanda tangan. Hal ini agar meterai terlihat utuh.
DJP mengungkapkan meterai Rp 3.000 dan Rp 6.000 masih digunakan sampai 31 Desember 2021 tahun ini. Ada syarat yang harus melekat jika ingin menggunakan kedua meterai tadi, yakni nilainya minimal Rp 9.000. Dan Setidaknya ada tiga cara agar meterai Rp 3.000 dan Rp 6.000 bisa dipakai selama masa transisi.
Pertama, yaitu harus menempelkan berdampingan satu lembar meterai Rp 3.000 dan Rp 6.000 dalam satu dokumen yang memerlukan meterai tersebut. Kedua, menempelkan berdampingan sejajar dua lembar meterai Rp 6.000 dalam satu dokumen yang memerlukan meterai. Dan Ketiga, menempelkan berdampingan tiga lembar meterai Rp 3.000 dalam satu dokumen yang memerlukan meterai.
Sampai 31 Desember 2021 nanti, meterai dengan nilai Rp 3.000 dan Rp 6.000 masih bisa digunakan dengan persyaratan khusus. Jika ingin menggunakan kedua meterai tadi, yakni nilainya minimal Rp 9.000 walaupun sekarang tarif yang berlaku sudah Rp 10.000
Nantinya semua meterai akan bertarif tunggal Rp. 10.000. Namun, hingga akhir tahun ini, bea meterai Rp 3.000 dan Rp 6.000 masih berlaku sebagai masa transisi. Bea meterai lama bakal dihapus, sebagaimana yang dituang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai yang sudah mulai berlaku sejak 1 Januari 2021 kemarin.
Lantas dokumen apa saja yang wajib di pakai bea materai Rp 10.000 ini?
Seperti yang dikutip dari UU Nomor 10 Tahun 2020, bea materai Rp 10.000 dikenakan atas dokumen:
- Surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya;
- Akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya;
- Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya;
- Surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apapun;
- Dokumen transaksi surat berharga, termasuk Dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
- Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang;
- Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) yang:
1. menyebutkan penerimaan uang; atau
2. berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan;
Dokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Selain itu bea materai juga dikenakan atas dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
Untuk diketahui nantinya bea materai juga tersedia dalam bentuk digital atau elektronik. Dengan perkembangan ekonomi digital saat ini menyebabkan adanya peralihan penggunaan dokumen kertas ke dokumen elektronik.
Berdasarkan UU Informasi & Transaksi Elektronik (ITE), kedudukan dokumen elektronik disamakan dengan dokumen kertas. Hanya saja dokumen elektronik tidak tercakup dalam UU Bea Meterai yang dibuat tahun 1985.
Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP Kemenkeu Iwan Djuniardi menjelaskan, untuk membeli meterai elektronik (e-meterai) caranya seperti membeli pulsa.
“E-meterai seperti pulsa. Jadi ada code generator yang dibuat 1 sistem. Nah code generator ini yang akan nanti disalurkan melalui channeling. Code generator akan diisikan semacam wallet, di mana itu akan berisi total nilai meterai yang sudah dibayar,” kata Iwan.