Harap-harap Cemas
Rukun-rukun haji itu ada lima, yaitu ihram, wuquf, thawaf, sa`i, dan bercukur. Sedangkan yang diharamkan dilakukan ketika berhaji adalah memakai pakaian yang berjahit, memakai wangi-wangian, mencukur rambut atau mengguntingnya, melakukan hubungan suami-istri dan pendahuluan-pendahuluannya, serta membunuh buruan darat yang dapat dimakan.
Amalan-amalan haji yang bersifat zhahir sebagaimana pendapat Hujjatul Islam Al-Ghazali adalah sebagai berikut:
Pertama, memulai maksud menunaikan haji dengan bertaubat, membayar utang-utang, mengembalikan barang-barang yang didapat dengan berbuat zhalim kepada pemiliknya, mengembalikan titipan-titipan dan amanah-amanah kepada yang berhak, dan menyiapkan nafkah bagi orang-orang yang wajib ia nafkahi selama ia melakukan perjalanan sampai ia kembali kepada mereka.
Kedua, mengambil teman yang baik dalam perjalanannya, yang membantunya untuk melakukan kebaikan dan mengingatkannya akan sesuatu yang membuat Allah menjadi ridha.
Ketiga, ketika akan berangkat dari rumahnya, hendaknya ia berdoa kepada Allah dengan ikhlas seperti membaca doa-doa yang biasa dibaca saat akan melakukan perjalanan kemana saja.
Keempat, berniat ihram dan memulai talbiyah dengan mengucapkan Labbaik, Allahumma labbaik, labbaika la syarika laka labbaik. Innal-hamda wan-ni`mata laka wal-mulk, la syarika lak.
Betapa dalam makna falsafah ihram dan makna talbiyah. Mengenai hal ini Al-Ghazali menuturkan, “Ihram dan talbiyah dari miqat, maknanya adalah memenuhi panggilan Allah.
Karena itu, berharaplah agar ia diterima dan takutlah apabila dikatakan kepadamu, ‘Engkau tidak memenuhi panggilan dan engkau tidak memperoleh kebahagiaan.’ Jadilah engkau senantiasa berada di antara harapan dan rasa takut (harap-harap cemas), berlepas dirilah dari sekelilingmu dan kekuatanmu, dan berpeganglah kepada anugerah dan kemurahan Allah.
Sesungguhnya waktu talbiyah merupakan awal dari ibadah ini dan tempat talbiyah itu merupakan tempat yang penting.”
Sufyan bin Uyainah mengisahkan, “Suatu ketika Ali bin Al-Husain menunaikan haji. Ketika ia berihram dan menaiki untanya, menjadi menguning tubuhnya. Ia pun menggigil, gemetar, dan tidak dapat bertalbiyah.
Lalu ia ditanya, ‘Mengapa engkau tidak bertalbiyah?’
Ia menjawab, ‘Aku takut akan dikatakan kepadaku: Engkau tidak memenuhi panggilan dan engkau tidak memperoleh kebahagiaan.’
Ketika bertalbiyah, ia pingsan dan jatuh dari untanya. Hal itu terus menimpanya sampai ia menyelesaikan hajinya.”
Ahmad bin Abi Al-Hawari berkata, “Aku bersama dengan Abu Sulaiman Ad-Darani ketika ia hendak berihram. Ia tidak bertalbiyah sampai kami berjalan sejauh satu mil.
Kemudian ia pingsan, lalu tersadar. Setelah itu ia berkata, ‘Wahai Ahmad, telah sampai keterangan kapadaku bahwa barang siapa berhaji dengan harta yang tidak halal kemudian ia bertalbiyah, Allah akan berkata kepadanya: Tidak ada talbiyah bagimu, tidak ada kebahagiaan bagimu sampai engkau mengembalikan apa yang berada di tanganmu.’ Maka jangan sampai dikatakan demikian kepada kita.”
Ya, semakin manusia mencapai puncak keimanannya kepada maqam yang sangat tinggi, semakin ia merasa takut kepada Allah SWT. Dan sebaliknya, semakin rendah kedudukan manusia, semakin tidak punya rasa takut kepada Allah SWT. Karena itu, kita melihat bagaimana Rasulullah SAW setiap harinya senantiasa beristighfar puluhan kali bahkan ratusan kali kepada Allah SWT.
Ketika mengangkat suaranya dengan membaca talbiyah di miqat, hendaknya seseorang ingat bahwa ia memenuhi seruan Allah, karena Dia mengatakan, yang artinya, “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji.” (QS Al-Haj: 27).
Hendaknya ia juga mengingat bagaimana manusia diseru dengan ditiupkannya terompet, dibangkitkannya mereka di kubur-kubur mereka, dan berdesak-desakannya mereka di hari Kiamat memenuhi seruan Allah. Mereka terbagi menjadi orang-orang yang didekatkan dan orang-orang yang ditolak.
Mereka pada awalnya harap-harap cemas, antara takut dan berharap, seperti harap-harap cemasnya orang yang sedang berhaji di miqat, yang mana ia tidak tahu apakah mudah bagi mereka untuk menyempurnakan haji ataukah tidak, apakah hajinya diterima atau tidak.
Rukun selanjutnya adalah thawaf di sekeliling Ka`bah. Thawaf ini seperti shalat, tetapi di dalam thawaf kita dibolehkan berbicara. Thawaf dilakukan tujuh kali putaran, dimulai dari Hajar Aswad dan berakhir di sana pula. Kemudian melakukan sa`i di antara Shafa dan Marwah tujuh kali balik.
Rukun lainnya adalah wuquf di Arafah. Inilah rukun haji yang terpenting. Dalam sebuah hadits dikatakan, “Haji itu adalah wuquf di Arafah.” Pada saat wuquf di Arafah ini sepatutnya setiap orang banyak berdoa.
Setelah itu bermalam di Muzdalifah pada malam nahar (malam Hari Raya), dilanjutkan dengan melontar jumrah di Mina. Kemudian melakukan thawaf ifadhah, yang dinamakan juga thawaf ziarah.
Seseorang dapat melakukan umrah sesudah melakukan haji atau sebelumnya.
Yang juga tak dapat dipisahkan dari pelaksanaan ibadah haji adalah menziarahi Madinatur Rasul. Sebuah hadits mengatakan, “Barang siapa datang mengunjungiku dan tujuannya hanya untuk mengunjungiku, menjadi hak Allah bahwa aku menjadi pemberi syafa’at baginya.”
Setelah itu menikmati shalat di Raudhah (taman), yang suci. Tentang Raudhah, Rasulullah mengatakan, “Di antara kuburku dan mimbarku terdapat taman dari taman-taman surga, dan mimbarku berada di atas telaga.”
Adab Berhaji





