Departemen Pajak Kementerian Keuangan mencatat 53 juta NPWP telah diintegrasikan ke dalam NPWP sejak 8 Januari 2022. Jumlah tersebut merupakan 76,8% dari total 69 juta NIK.
“Sejauh ini sudah ada sekitar 53 juta wajib pajak yang cocok,” kata Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa.
Suryo mengimbau wajib pajak untuk melakukan pemutakhiran data dan informasi antara NIK dan NPWP. Validasi ini meliputi pemutakhiran data terkait pekerjaan, umur, tempat tinggal, nomor telepon, dan alamat email.
“Wajib Pajak dapat memperbarui secara digital. Makanya kami minta kepada wajib pajak, mari sama-sama kita perbarui data dan informasinya,” ujarnya.
Penggunaan NIK sebagai NPWP diyakini sebagai bagian dari reformasi sistem administrasi perpajakan. Rencananya, semua transaksi perpajakan akan menggunakan NIK mulai 1 Januari 2024 saja.
“Mudah-mudahan 1 Januari 2024 sudah bisa menggunakan sistem administrasi yang baru. Harapannya dengan pemutakhiran data dan informasi yang kita miliki, kita dapat memanfaatkan sistem yang baru ini dengan sebaik-baiknya,” ujar Suryo.
Sebagai informasi, pemerintah akan menggunakan NIK sebagai dasar pemungutan pajak. Namun, bukan berarti bahwa semua pemegang KTP akan dikenakan pajak.
Pajak hanya akan dikenakan kepada mereka yang telah memiliki penghasilan tidak kena pajak lebih dari, yaitu Rp 54 juta/tahun. Artinya, orang yang gajinya kurang dari Rp 4,5 juta/bulan tidak akan dikenakan pajak. kena pajak.