Maulid Nabi: Pengertian & Keutamaan Sejarah Cinta Nabi

Maulid Nabi

Maulid Nabi adalah peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang dirayakan oleh mayoritas umat Islam di seluruh dunia, khususnya pada tanggal 12 Rabiul Awal dalam kalender Hijriyah. Tapi lebih dari sekadar memperingati tanggal lahirnya, Maulid menyimpan makna penting tentang sejarah, keutamaan, tradisi, dan bahkan perdebatan dalam komunitas Muslim. Dalam artikel ini, kita akan membedah semuanya: pengertian, asal mula, ragam perayaan, argumen pro-kontra, hingga manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.

Pengertian Maulid Nabi

Maulid Nabi secara istilah adalah peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Kata “Maulid” (atau “Milad”) dalam bahasa Arab berarti “tempat kelahiran” atau “hari kelahiran”, sementara “Nabi” merujuk kepada Muhammad SAW.

Namun, Maulid tidak hanya sekadar mengenang tanggal lahir, melainkan juga menghidupkan kembali keteladanan, akhlak, perjuangan, dan ajaran beliau. Melalui Maulid, kita diingatkan tentang kasih sayang, kesederhanaan, keikhlasan, dan semangat berdakwah yang dibawa Nabi.

Bacaan Lainnya

Arti Kata “Maulid” dan “Nabi”

  • Maulid / Milad / Mawlid: asalnya dari bahasa Arab, “mawlid” atau “maulid” sering juga disebut “milad” yang artinya lahir atau kelahiran. Dalam penggunaannya, kata ini mencakup makna memperingati atau merayakan peristiwa kelahiran.

  • Nabi: merujuk kepada manusia pilihan Allah, Nabi Muhammad SAW, yang diutus sebagai Rasul dan pembawa risalah Islam.

Sejarah Awal Peringatan Maulid Nabi

Masa Dinasti Syiah Ubaidiyah

Ada pendapat bahwa Maulid Nabi pertama kali dirayakan oleh Dinasti Ubaidiyah di Mesir dalam periode aliran Syiah Ismailiyah sekitar tahun 362‑567 Hijriyah.

Peran Sultan Muzhaffar Al‑Kaukabri

Kisah populer menyebut Sultan Muzhaffar Al‑Kaukabri (Gubernur / Raja di Irbil, Irak) sebagai tokoh yang pertama mengadakan peringatan Maulid secara resmi. Ia mengundang ulama, rakyat, melakukan penyembelihan hewan untuk jamuan, dan mengadakan pertemuan keilmuan.

Peran Sultan Salahuddin Al‑Ayyubi

Salahuddin Al‑Ayyubi juga diklaim sebagai tokoh penting dalam tradisi Maulid. Ia dianggap mempromosikan peringatan ini untuk membakar semangat umat Islam dalam menghadapi masa-masa sulit seperti Perang Salib. Namun, ada ulama yang menyatakan bahwa niat dan cara perayaannya lah yang penting agar tidak keluar dari syariat.

Penyebaran ke Nusantara

Peringatan Maulid Nabi kemudian dibawa dan berkembang di Nusantara melalui para ulama seperti Wali Songo, yang menjadikan Maulid sebagai salah satu sarana dakwah Islam, terutama di masa penyebaran Islam di Jawa dan daerah lainnya. Tradisi lokal ikut memberi warna pada cara perayaannya.

Tanggal dan Penetapan 12 Rabiul Awal

Peringatan Maulid dilakukan oleh banyak umat Islam setiap 12 Rabiul Awal. Ini merujuk pada kalender Hijriyah.

Beberapa catatan:

  • Nabi Muhammad SAW lahir pada hari Senin, 12 Rabiul Awal, pada tahun Gajah (sekitar 570‑571 M).

  • Di Indonesia, tanggal ini juga telah menjadi bagian dari kalender keagamaan di berbagai organisasi Islam, dan pemerintah kadang menetapkannya sebagai hari libur nasional.

Cara Peringatan Maulid di Berbagai Daerah

Tradisi di Indonesia

Di Indonesia, Maulid Nabi dirayakan dengan ragam tradisi yang sangat kaya dan berbeda-beda tergantung budaya lokal:

  • Grebeg Maulid / Sekaten di Yogyakarta dan Surakarta, yang melibatkan gunungan, ritual budaya, dan pawai makanan.

  • Tradisi Endog‑endogan di Banyuwangi, yaitu menghias telur dan membagikan telur setelah acara.

  • Khanduri molod di Aceh, makan bersama warga di meunasah / masjid.

  • Sebar Udikan atau tradisi menebar sedekah makanan / minuman di masyarakat.

Tradisi di Dunia Islam

Di luar Indonesia, peringatan Maulid bisa lebih sederhana atau lebih besar tergantung budaya dan tradisi setempat:

  • Pembacaan sirah (sejarah hidup Nabi), hadits, pujian (shalawat) dan qasidah.

  • Doa dan pengajian besar di masjid atau majelis Islam.

  • Di beberapa negara, ada parade, festival keagamaan, serta hiasan‑hiasan di tempat ibadah dan jalanan.

Keutamaan dan Hikmah Maulid Nabi

Mengapa banyak yang merayakan Maulid? Berikut adalah beberapa hikmah dan keutamaan:

  • Mengingat jasa dan akhlak Rasulullah agar kita bisa meneladan beliau dalam kehidupan sehari-hari.

  • Meningkatkan kecintaan terhadap Nabi Muhammad SAW sebagai wujud rasa syukur atas kelahirannya.

  • Menguatkan ikatan kebersamaan umat Islam, mempererat silaturahim melalui majelis, pengajian, sedekah, dan kegiatan sosial lain.

  • Menjadi sarana dakwah, memperkenalkan sirah, akhlak, dan ajaran Islam kepada generasi muda.

  • Pahala dan keberkahan, menurut beberapa pendapat ulama, orang yang menghadiri Maulid dengan niat baik bisa mendapatkan pahala lebih dan diampuni dosa‑dosa kecil.

Argumen & Kontroversi: Bid’ah vs Sunnah

Tidak semua umat Islam sepakat mengenai perayaan Maulid. Berikut beberapa argumen dari kedua sisi:

  • Argumen yang menolak (menganggap Maulid sebagai Bid’ah):

    1. Tidak ada dalil sahih dari Al‑Qur’an atau Hadits yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad atau para sahabat merayakan hari kelahiran beliau setiap tahun.

    2. Kekhawatiran bahwa beberapa praktik perayaan menyimpang dari syariat, misalnya adanya hiasan atau ritual berlebihan.

  • Argumen yang mendukung:

    1. Peringatan ini dilihat sebagai bentuk meneladani akhlak dan mengenang perjuangan Nabi, bukan ritual wajib.

    2. Banyak ulama memandang bahwa Maulid adalah bid’ah hasanah (inovasi baik), yaitu inovasi dalam ibadah yang tidak keluar dari prinsip Islam, bila dilakukan dengan niat baik dan tidak mengandung unsur syirik.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *