Mungkin bukan maunya Si Barus, jika sejak kecil ia menjadi pusat perhatian orangtua dan seluruh keluarga besarnya. Pasalnya ia adalah anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga dan telah lama ditunggu.
“Laki-laki itu ibarat raja dalam adat kami. Makanya saya diperlakukan seperti raja kalau di keluarga,” kisah Barus pada suatu hari.
Dari cucu laki-lakilah, kakek dan neneknya mendapat kehormatan secara adat. Begitu pula orangtuanya; mereka menjadi terhormat secara adat karena telah mampu menunjukkan garis keturunan dengan melahirkan anak laki-laki.
Karena itu, apa pun yang diinginkan Barus, apa saja yang dilakukannya, semua harus mengiyakan dan menuruti. Barus tumbuh sebagai laki-laki yang sangat egois, tidak mampu berempati, sangat manja, dan merasa berkuasa atas semua anggota keluarganya.
Tidak ada sama sekali kemampuannya menghormati dan kesanggupannya berbagi, bahkan kepada adik, kakak, dan orangtuanya sendiri. Ia sekaligus suami dan ayah yang kejam akibat kebutuhannya yang sangat tinggi akan rasa hormat, kepatuhan, ketundukan, dan pengabdian.
Sekadar contoh, jika ingin makan nasi padang dan soft drink, saat itu pula harus tersedia (tak peduli hujan atau tengah malam), dan istri maupun anak-anaknya harus pula makan dan minum yang sama (tak peduli mereka kenyang atau tidak suka).
Jika tidak dituruti, dia akan melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa memaksa keluarganya tunduk. Ciri-ciri perilakunya memperlihatkan tanda-tanda tidak sehat secara kejiwaan.
Daftar Isi
Tidak Bermaksud
Ada lagi contoh lain, yaitu pasangan Mimin dan Maman yang telah dikarunia tiga anak remaja. Maman adalah eksekutif perusahaan swasta, yang suka bepergian malam hari bersama teman-temannya.
Yang membuat terluka hati Mimin bukan pergi malamnya, melainkan karena ia dan anak sulungnya mendapati bahwa Maman menggunakan narkoba dan suka menggunakan jasa pekerja seks komersial alias “jajan”.
Menurut Maman, ia sama sekali tidak bermaksud melukai hati keluarganya karena apa yang dilakukannya hanya sekadar memenuhi kebiasaan dalam pergaulan saja. Ia, katanya, sulit menolak ajakan teman-temannya untuk tidak “jajan” karena akan diejek sebagai pengecut, takut istri, sok setia, munafik, dan sebagainya.
Begitu pula dengan narkoba yang dikonsumsinya. “Semua itu hanya untuk pergaulan saja. Saya sangat mencintai keluarga, saya tidak punya maksud apa-apa,” kata Maman.
Tetap Saja Melukai
Mungkin Barus dan Maman memang tidak bermaksud melukai hati istri dan anak-anaknya. Barus menganggap bahwa apa yang dilakukannya benar karena posisinya sangat kuat secara adat. Maman pun menganggap bahwa ia hanya tidak ingin dikucilkan dari pergaulan. Semua yang dilakukannya itu sesuatu yang lazim dilakukan teman-temannya.
Maman pun menganggap bahwa apa yang dilakukannya sebagai hal biasa yang juga banyak dilakukan suami-suami lain. Maman justru menyalahkan Mimin, mengapa tidak seperti istri-istri lain yang diam dan menerima saja kebiasaan suaminya apa adanya.
Bagi Maman, ia justru diperlakukan tidak adil oleh Mimin. “Bukankah itu hanya hiburan kecil dibanding harta berlimpah dan gengsi yang saya persembahkan kepada keluarga? Saya bekerja keras untuk anak istri,” begitu pembelaan diri Maman.
Bagaimanapun, Barus dan Maman telah melukai hati istri dan anak-anaknya meskipun mereka tidak pernah bermaksud demikian. Hanya karena tidak bermaksud bukan berarti perbuatan itu tak terjadi, dan bukan berarti Anda tak melukai hati mereka. Itu semua sudah terjadi.
Kultur Berubah
Boleh jadi, ketika di masa lalu perempuan belum memiliki kesadaran yang berubah tentang kesamaan hak dengan laki-laki, semua perbuatan suami semacam Barus dan Maman dapat diredam pula oleh kultur yang hidup pada zaman itu.
Namun, kini zaman telah berubah. Barus tidak lagi hidup di kampung halamannya, yang mungkin sekarang pun kulturnya telah berubah; melainkan di Jakarta yang nilai-nilainya berbeda.
Maman pun tidak serta merta dapat berlindung di balik “kebiasaan” para lelaki sepergaulan, lalu mengharapkan bahwa perbuatannya akan diterima sebagai hal biasa. Sebab, banyak sekali suami lain yang tidak perlu melakukan hal-hal buruk, hanya supaya diterima dalam pergaulan.
Maman bisa memilih teman bergaul lain yang lebih positif, jika ia mau.