Rembang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, menyimpan beragam warisan budaya yang amat mengagumkan. Selain tradisi batik yang mendunia, Rembang juga memiliki warisan keragaman budaya yang sungguh menghadirkan kekaguman, salah satunya adalah Lasem, sebuah tempat nan eksotik.
Di sinilah terlihat jelas jejak-jejak keragaman budaya dan agama yang begitu harmonis berdampingan. Majalah Bimas Islam berkesempatan menjejakan kaki di kota pesisir utara Pulau Jawa.
Masjid Lasem dan wilayah ekonomi di sekelilingnya adalah penanda sejarah panjang lahirnya tokoh-tokoh besar yang menghiasi sejarah perjuangan.
Sebut saja misalnya K. H. Makshum, Kyai Ali Maksum Krapyak Yogakarta, Kyai Khamid Baidlowi. Masjid Lasem hinggakini tetap memancarkan aura santri yang begitu kental, ditandai dengan beragam aktifitas para santri lengkap dengan khas pakaiannya: bersarung dan mengenakan peci.
Walhasil, Masjid Lasem adalah jendela untuk melihat keragaman yang lebih luas.
Kini, di Kota Lasem terdapat sosok muda yang dikenal luas dengan pemikiran dan dedikasinya dalam merawat keberagaman. Dialah Gus Qoyyum, sosok nan sahaja yang lahir dan tumbuh diantareragaman bahasa, budaya hingga agama.
Sosoknya saat ini menjadi magnet bagi anak-anak muda untuk menimba ilmu dan pengalaman. Lihat saja, pasowanan di Ndalem pengalaman.
Gus Qoyyum saat menggelar majelis ngaji kitab Ihya’ Ulumi al-Din karya Imam alGhazali setiap Minggu malam ba’da isya’, terasa bagaikan pengajian “Bhinneka Tunggal Ika”. Ribuan jamaah khusyuk multi etnis bersimpuh di halaman pesantren peninggalan Kyai Mansur, bapak dari Gus Qoyyum. Mereka adalah masyarakat umum, anggota organisasi kemasyarakatan yang ada di Indonesia seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, al-Irsyad, Persis dan bahkan kelompok Islam puritan.
Mereka merasa nyaman dalam pelukan taushiyah Gus Qoyyum. Sosok sang ayah, KH. Mansyur, menjadi idola dan inspirasi untuk tetap bersahaja dan gigih berdakwah. Seperti halnya sang ayah, ia pun mengoleksi perpustakaan pribadi berisi berbagai buku.
Gus Qoyyum bertutur, semua ini merupakan pesan sang ayah yang selalu mengingatkannya berkhidmat kepada umat. Ia pun mengingat nasihat sang ayah, “Ambil yang jernih tinggalkan yang keruh” atau dalam bahasa kitabnya, khudma shofa wa da’ ma kadza. Dari sinilah ia pun semakin mantap menjalani langkah dakwah.
Gus Qoyum mengajak seluruh generasi muda untuk terus menuntut ilmu. Betapa mulianya orang yang alim, dikarenakan orang alim dalam kondisi apapun akan terjaga dan diawasi oleh ilmunya sendiri, bahkan nama baiknya akan dihiasi oleh ilmunya tersebut, karena dalam kehidupannya dia tidak memikirkan dirinya sendiri, tapi untuk umat.
“Ilmune tiyang Alim niku saget nglindungi piyambake kaliyan umate, langkung langkung awake piyambak (ilmunya orang alim/pintar agama itu bisa melindungi dirinya sendiri dan umat disekelilingnya baik yang sudah mati maupun yang masih hidup, terlebih untuk dirinya pasti akan selamat),” pesannya.